Pada 2011, Indonesia telah di golongkan
dalam negara berpendapatan menengah (PDB per kapita US$3.000). Posisi
Indonesia ini didukung pengelolaan ekonomi makro dan fiskal yang relatif
baik, stabilitas politik domestik yang baik, memiliki potensi ekonomi
berupa SDA melimpah dan kekuatan demografi yang mendukung, serta
membaiknya posisi Indonesia di dunia internasional, yang ditunjukkan
dengan keikutsertaannya dalam G-20.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga
konsisten (sekitar 6% per tahun). Hal ini didukung oleh semakin
membaiknya kegiatan investasi. Pada 2025, Indonesia diperkirakan akan
memiliki pangsa terhadap pertumbuhan PDB global sekitar 2,81%. Indonesia
juga berpeluang menjadi salah satu emerging market terbesar di
dunia. Indonesia memiliki keuntungan demografi, karena struktur usia
penduduk Indonesia pada 2025 nanti akan dihuni oleh kelompok penduduk
berusia produktif. China saat ini disebut sebagai leader emerging market,
namun China memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap
Indonesia dalam hal sumber-sumber energi dan pangan. Pada 2025, China
diperkirakan akan memiliki posisi demografi yang tidak menguntungkan,
karena penduduk usia produktifnya akan semakin mengecil. Pertumbuhan
ekonomi China yang saat ini tinggi (rata-rata 9%), sesungguhnya karena
China sedang menikmati demographic dividend, seiring dengan kelompok masyarakat menengahnya yang saat ini jumlahnya besar.
Sekarang ini, Indonesia mulai membenah
diri di bidang ekonomi. Ekonomi Islam menjadi solusi bagi Indonesia
untuk membangun perekonomian nasional. Hal ini di dukung dengan
perkembangan Ekonomi Islam di dunia yang mengalami peningkatan pesat
sejak berkumpulnya negara-negara muslim yang tergabung dalam OKI di
Jeddah pada tahun 1975. Ekonomi Islam tidak hanya diterima
dinegara-negara OKI, tetapi juga negara-negara besar seperti Amerika
Serikat, Inggris, Luxembrug, Singapura. Pertimbangan kemajuan Ekonomi
Islam ini juga didukung oleh banyaknya umat muslim didunia dan SDA yang
melimpah. Umat muslim adalah umat kedua terbanyak didunia dengan jumlah
sekitar 2,3 Milyar jiwa (PEW Research Centre’s Forum on Religion &
Public Life. Mapping The Moeslim Population. October 2009).
Fitur sistem Ekonomi Islam yang paling terkenal adalah sistem finansial non-ribawi (free base interest).
Karena bunga adalah akar dari semua krisis finansial yang dialami
perekonomian modern. Dari data yang diperoleh dari BIS, pada April 2004,
rata-rata volume transaksi harian valas mencapai US$ 1,9 triliun, yang
terdiri dari transaksi spot US$ 0,6 triliun dan transaksi derivatif US$
1,3 triliun. Volume transaksi yang terjadi pada perdagangan dunia di
sektor rill hanya US$ 6 triliun setiap tahun (Nasution, 2006). Oleh
karena itu gap antara sektor rill dan moneter majadi semakin tinnggi. Penerapan bunga juga membuat output
di sektor rill “dipaksa” tumbuh sesuai dengan tingkat yang diinginkan
sektor finansial. Dengan demikian, penerapan bunga secara sistemik akan
membuat upaya-upaya mendapatkan laba jangka pendek semakin marak
sehingga mendorong eksploitasi sumber daya manusia dan alam secara
berlebihan yang sering berujung pada krisis sosial dan ekologi. Di dalam
dunia modern, dampak bunga terhadap perekonomian dan lingkungan menjadi
semakin mengkhawatirkan. Ketika sistem bunga dikombinasikan dengan reserve fractional banking,
maka efek inflasioner bunga bertemu dengan kemampuan sektor perbankan
untuk menciptakan uang. Dampaknya adalah pertumbuhan uang beredar yang
masif dan semakin cepat menuju tak terbatas.
Absensi Riba dalam perekonomian (sektor riil) mencegah penumpukan harta pada sekelompok orang (money concentration & creation),
dimana hal tersebut berpotensi terjadinya misalokasi produksi
(menghambat perkembangan sektor riil) dan eksploitasi perekonomian
(eksploitasi pelaku ekonomi atas pelaku yang lain dan eksploitasi sistem
atas pelaku ekonomi). Absensi Riba mencegah timbulnya gangguan-gangguan
dalam sektor riil, seperti inflasi dan penurunan produktifitas ekonomi
makro. Absensi Riba mendorong terciptanya aktifitas ekonomi yang adil,
stabil dan sustainable melalui mekanisme bagi hasil (profit-loss sharing)
yang produktif. Dengan sistem finansial seperti ini (Ekonomi Islam),
sektor rill akan bergerak lebih cepat. Bergeraknya cepatnya sektor rill
akan meningkatkan produksi dan lapangan kerja Maka hal ini akan
bermanfaat bagi masyarakat karena produksi naik bersaman juga daya beli
masyarakat naik. Artinya ada yang menyerap produksi tambahan atau dengan
kata lain kenaikan kebutuhan diimbangi dengan kenaikan produksi barang
sehingga tidak terjadi kenaikan harga-harga.
Di sektor perbankan
Indonesia, sampai tahun 2010 jumlah kantor bank-bank syariah mencapai
586 cabang. Prospek Ekonomi Islam di masa depan diperkirakan juga akan
semakin cerah. Selain perbankan, sektor Ekonomi Islam lainnya yang juga
mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada
intinya adalah kejelasan dana, tidak mengandung judi dan riba atau
bunga. Melihat potensi umat yang ada di Indonesia, prospek asuransi
syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan
Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di
dunia. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan,
tingkat pertumbuhan asuransi syariah tahun 2010 mencapai 40 persen,
sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan
asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini
sedang berkembang pesat.
Akan tetapi, meski sudah menunjukan
eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan
Ekonomi Islam di Indonesia. Pemahaman masyarakat selama ini yang masih
kurang memadai. Kendala lain yang cukup berpengaruh adalah kurangnnya
dukungan dari para pengambil kebijakan di negeri ini, terutama
menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam
menentukan kebijakan ekonomi. Salah satu alternatif yang sesuai untuk
diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi
yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara mengembangkan
Ekonomi Islam. Tentunya pengembangan Ekonomi Islam ini tidak dapat
berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik
pemerintah, ulama, cendekiawan, pengusaha, bahkan masyarakat sendiri.
Sudah saatnya ekonomi Islam diberikan
kesempatan dalam perekonomian Indonesia sebagai alternatif sistem yang
sudah ada sekarang. Sistem ekonomi yang telah terbukti dapat
mensejahterakan masyarakat pada masa ke khalifahan Umar bin Abdul Azis
(717-720 M). Maka menjadi hal yang sangat mungkin sejarah keemasan umat
Islam dengan kesejahteraan yang merata dapat terulang kembali di
Indonesia. Dengan mengambil kebaikan dari ekonomi yang ada sekarang dan
koreksi dari sistem ekonomi konvensional akan menjadi kekuatan yang
saling melengkapi dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Implementasi
ekonomi syariah dalam berbagai bidang, seperti dalam sistem fianansial,
sistem moneter, dan sisterm fiskal dalam perekonomian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar