Sabtu, 20 September 2014

CFD (Car Free Day)

Ehm, sudah ramai sekali disini, gumam Nanda dalam hati, matanya memandangi keramaian di Jalan Slamet Riyadi, lokasi Car Free Day di Solo dengan takjub. Pada hari Minggu ini, Nanda janjian bertemu dengan teman-temannya, Salsa, Susi dan Anis, di trotoar tidak jauh dari pintu masuk gerai salah satu restoran cepat saji yang terletak di Jalan Slamet Riyadi.
Setiap Minggu pagi, Jalan Slamet Riyadi memang dijadikan jalan yang bebas dari kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Selama sekitar 3 jam, sejak pukul 6 pagi hingga pukul sembilan pagi, ruas jalan tersebut digunakan masyarakat untuk berjalan-jalan, bersepeda, bersenam, bermain sepak bola maupun sekedar bercengkrama bersama keluarga. Nah, biasanya teman-teman Nanda bermain di situ setiap hari Minggu, baru kali ini Nanda ingin ikut juga bermain disana.
Sambil menunggu teman yang lain datang Nanda asyik melihat anak laki-laki bermain sepak bola. Matanya juga memandangi serombongan anak perempuan yang asyik bermain kejar-kejaran di depan sebuah bank.
Asyik sekali ya, bermain di Car Free Day, pikir Nanda sambil senyum-senyum sendiri. Saking asyiknya memandangi aktivitas orang-orang di jalanan, Nanda sampai tidak sadar kalau teman-teman yang ditunggunya sudah datang.
“Woi… Non! Sudah lama datangnya?” Sapa Salsa sambil menepuk bahu Nanda.
Nanda terlojak kaget dan langsung menoleh, dilihatnya Salsa dan Anis sudah ada di belakangnya. Nanda mengangguk sambil tersenyum, lalu mereka menempelkan tangan dan melakukan high five bersama sabil tertawa.
“Eh, kita tunggu Susi dulu ya,” cetus salsa sambil celingkukan mencari Susi di tengah keramaian. Anis dan Nanda pun ikut celingukan mencari Susi.
“Eh, enaknya kita main apa nanti?” Tanya Anis sambil tak lepas memandang keramaian mencari Susi.
“Gimana kalau kejar-kejaran saja… Atau tunggu Susi dulu, dia bawa bola apa enggak. Kalau dia bawa bola, kita main sepak bola dulu, entar kalau capek, baru main yang lain” usul Salsa dengan pandangan seolah meminta persetujuan Anis dan Nanda.
“Halo, Teman-Teman!” seru Susi yang baru datang. Tadi dia berlari kecil menuju ke arah Nanda, Salsa dan Anis yang menunggu sejak tadi.
“Halo juga. Eh, kamu enggak bawa sepeda Sus?” tanya Nanda heran.
“Enggak, ban sepedaku bocor, Jadi, aku diantar papa tadi. Tuh, papa nunggu di sana sama adikku,” terang Susi sambil menunjuk ke arah dia datang tadi. Serentak, kami pun memandang ke arah yang ditunjukan Susi dan kami melihat papa dan adik laki-laki Susi sedang berjalan-jalan.
“Oke deh yang penting kita udah kumpul. Ayo, kita main. Mana bolanya Sus?” tanya Salsa agak bingung, karena dia tidak melihat Susi membawa bola.
“Ya ampun, maaf.. Aku lupa bawa padahal semalam, bolanya sudah kutaruh di tas plastik dan kuletakan di keranjang sepedaku. Pas tau ban sepedaku bocor, aku langsung ngacir ikut papa dan lupa bawa bolanya. Duh, sorry ya,” sesal Susi
“Huuuuu,” kata teman-temannya. Sambil memoyongkan bibir ketika mendengar penjelasaan Susi, yang diikuti dengan derai tawa Nanda dan Salsa. Dan akhirnya, mereka pun tertawa bersama.
Mereka berempat memutuskan untuk bermain kejar-kejaran. Caranya, hompimpah dahulu, yang beda sendiri, dialah yang mengejar. Sekarang giliran Anis menjadi pengejar yang harus mengejar. Susi yang kena duluan karena lambat larinya, selanjutnya Salsa yang kena. Nanda menang karena Anis memilih menyerah. Anis kalah gesit dengan Nanda, sehingga Anis sampai terengah-engah napasnya.
Permainan kejar-kejaran selesai, mereka tertawa gembira meskipun kecapekan. Mereka pun beristirahat sambil bercerita seru. Apa lagi kalau Nanda sudah bercerita tentang isi buku humor yang dia baca. Lucu sekali, lebih lucu dari membacanya mungkin. Karena itu, teman-temannya sangat senang, kalau mendengarkan cerita Nanda.
Sekitar pukul 8 keempat sahabat itu merasakan perut mereka mulai keroncongan. Mereka segera bersiap untuk menuju salah satu restoran cepat saji untuk sarapan. Ada paket makan murah, dengan sepuluh ribu rupiah mereka sudah mendapatkan nadi, ayam chrispy, dan air minum kemasan. Harga yang tidak terlalu mahal untuk kantong pelajar seperti mereka. Kalau Nanda sudah kepingin menikmati es cream yang hanya dua ribu rupiah saja. Nanda pernah membelinya sewaktu bersama ayahnya, dan sekarang dia ingin membelinya lagi.
“Ayo, kita ke sana. Tuh, sudah mulai ramai pasti pada mau sarapan seperti kita,” ajak Anis sambil berjalan menuju sepedanya.
Sambil menuntun sepedanya masing-masing kecuali Susi, mereka segera beranjak ke parkiran restoran itu. Saat menyusuri jalan, tanpa sengaja Nanda melihat dua anak lelaki kecil berbaju kumal sedang duduk di pinggir jalan. Umur mereka sekitar enam dan delapan tahun, badannya kurus dan kulitnya hitam dekil. Kaos kumal yang mereka pakai tampak robek di beberapa bagian. Anak yang lebih besar membawa kertas nasi berisi makanan, adiknya membawa plastik berisi air minum yang tinggal seperempatnya. Nanda memberi isyarat kepada teman-temannya untuk berhenti.
“Dik, siapa namamu?” Tanya Nanda sopan.
“Ali,” jawab anak yang besar dnagan singkat dan dingin, sementara anak yang kecil menoleh menatap Nanda dengan tatapan sayu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Anak lelaki yang kecil merengek minta makan kepada kakaknya. Kakaknya dengan penuh kasih sayang mengulurkan tangannya yang berisi kertas pembungkus makanan. Adiknya dengan segera merebutnya dari atangan si kakak dan membukanya, tapi tidak ada sebutir nasi pun disana. Nanda memperhatikan kejadian itu dengan hati terenyuh, demikian pula dengan teman-teman Nanda.
“Kalian belum makan ya, Dik?” tanya Nanda lembut
Ali menganggukan kepalanya “Iya, mbak sudah dari kemarin siang saya dan Anwar adik saya lapar” jawabnya pelan
“Rumahmu dimana? Mana bapak dan ibumu?” tanya Salsa iba
Mendengar pertanyaan Salsa, Ali hanya diam, kepalanya tertunduk, kakinya mengorek-ngorek aspal. Nanda menjadi semakin terenyuh melihat kakak dan adik yang kelaparan itu. Pasti mereka gelandangan yang tak tahu dimana rumah, dan orangtuanya.
Tanpa pikir panjang, Nanda segera berlari dan mencari penjual makanan yang ada di dekat mereka. Dia beli 2 buah nasi bungkus, juga 2 kantong plastik teh manis hangat. Setelah itu pun dia segera kembali dan memberikan nasi bungkus dan teh hangat itu kepada Ali dan Anwar.
Kedua bocah itu kaget sekaligus senang menerima pemberian Nanda. Tanpa malu-malu Ali menerima pemberian Nanda dan dengan segera mereka berdua membuka nasi bungkus itu. Tanpa menghiraukan tangannya yang kotor, Ali dan Anwar segera menyantap dengan lahap sampai habis.
Nanda, Salsa, Anis dan Susi memperhatikan dua anak kecil itu dengan perasaan kasihan sekaligus senang. Selesai makan Ali dan Anwar mengucapkan Terima kasih, kakak-kakak Ali tidak tahu harus bilang apa” kata Ali seberkas senyum tulus tampak di wajahnya.
Keempat sahabat itu hanya terseyum dan mereka pun pamit pergi kepada Ali. Mereka batal ke Restoran cepat saji. Seolah saling mengerti, mereka sepakat untuk pulang dan makan di rumah saja. Sepanjang perjalanan, mereka diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing
“Kenapa kamu langsung membelikan makanan untuk mereka, Nanda? bukannya kamu sendiri belum makan?” Cetus Susi bertanya memecah keningan perjalanan mereka
“Ketika lihat mereka, aku jadi enggak lapar, Sus. Kasihan masih kecil, tapi sudah harus memikirkan mencari makan. Kalau aku kan masih bisa makan di rumah dan sudah disiapkan ibu pula,” jawab Nanda
Tak terasa mereka sudah berpisah di perempatan itu. Mereka mendapatkan pengalaman yang berharga. Ehm Minggu di Car Free Day yang menyenangkan, gumam Nanda dalam hati
Cerpen Karangan: Saci Maharani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar